2 Super power dalam menghancurkan roh jahat. 3. Super power meningkatkan kepemimpinan. 4. Perlindungan dari kecelakaan dan cedera pribadi. 5. mengusir roh jahat. 6. Tempatkan ujung pisau pada air untuk membuat air suci dan dapat di gunakan untuk mencegah mimpi buruk dan mengusir nasib buruk. 7. Meghancurkan terhadap pengaruh jimat hitam/black
RohRoh Jahat yang Berkuasa Saudara Dapat Hidup Kekal dalam Firdaus di Bumi Spiritisme Si tukang sihir biasanya menggunakan obat bius, yang ringan atau berat, ketika ia membacakan mantra-mantra dan permohonan kepada kuasa-kuasa gaib; ia juga memberikan berbagai jampi, jimat, dsb., yang konon dirancang untuk melindungi si pemohon atau pasien
NamoRatna Trayaya,Namo Arya JnanaSagara, Vairochana,Byuhara Jara Tathagataya,Arahate, Samyaksam Buddhaya,Namo Sarwa Tathagate Bhyay,Arhata Bhyah,Samyaksam B
YesusMengusir Legion Seperti perikop sebelumnya, di bagian ini kita juga membaca cerita exorcism , mungkin lebih jelas lagi. Di sini diberi judul oleh LAI "Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa", dalam Matius ada perbedaan nama, yaitu tanah Gadara.
misalnyamantra-mantra, pesona, serapah, pantun hukum yang diucapkan oleh pawang. Salah satu tugas pawang adalah sebagai dukun bertenaga gaib. Membaca mantra untuk mengobati orang sakit, menjauhkan gangguan dari roh jahat dan sebagainya. Dalam tugasnya tersebut, pawang selalu mengucapkan mantra-mantra, pesona, serapah atau ucapan-ucapan
rohroh jahat, pemujaan leluhur, yaitu mantra yang digunakan untuk mengusir r oh-roh jahat, (3) Mantra, Guru. Unsur teks Hindu-Buddha secara jelas terdapat .
AtharwaWeda, terdiri dari 5987 mantra berbentuk prosa yang isinya berupa mantra-mantra dan kebanyakan bersifat magis, yang memberikan tuntunan hidup sehari-hari berhubungan dengan keduniawian seperti tampak dalam sihir, tenung, perdukunan. Isi sihir tersebut untuk menyembuhkan orang sakit, mengusir roh-roh jahat, mencelakakan musuh dan sebagainya.
g1Dk. Yogyakarta - Kesurupan merupakan situasi ketika seseorang dirasuki oleh hantu atau roh jahat. Untuk mengusir makhluk tersebut, dilakukan sebuah ritual pengusiran setan yang kerap dikenal dengan istilah eksorsisme. Berbagai alasan timbul mengapa kesurupan bisa terjadi, mulai dari sebuah kutukan hingga adanya gangguan makhluk halus di sebuah tempat. Tanda kesurupan pun bermacam-macam di antaranya yaitu tubuh melayang, merayap pada dinding, suara yang parau, serta tiba-tiba menjadi sangat kuat. Nostalgia Horor 90-an, Legenda Urban Hantu Mister Gepeng yang Menggemparkan Malam Jumat Menjelajahi 'Dark Tourism Lawang Sewu', Antara Keindahan dan Kegelapan Legenda Urban Ambulans Angker di Bandung, Ini Asal Mula Kisahnya Dikutip dari berbagai sumber, masyarakat Jawa pun memiiki cara tersendiri untuk melakukan ritual pengusiran roh jahat atau eksorsisme. Membakar Dupa Salah satu cara yang dipercaya ampuh untuk mengusir setan atau roh jahat adalah dengan membakar dupa. Asap dari dupa dianggap suci dan wangi dipercaya dapat menjauhkan roh jahat dari seseorang maupun dari tempat tinggal. Dalam keperayaan fengshui membakar dupa dapat mengusir roh yin. Roh yin dipercaya dapat membawa penyakit dan malapetaka, terlebih bagi anak-anak atau orang dengan waktu astrlogis rendah dan lemah. Tak hanya itu, membawa asap dari dupa menyala dalam sebuah wadah di sekitar ruang searah jarum jam bisa membantu menyingkirkam chi pembawa penyakit bagi penghuni. Lakukanlah cara mengusir roh jahat dari rumah ini sebanyak tiga kali dalam seminggu. Cahaya Lilin Cahaya lilin bisa menjadi cara mengusi roh jahat dari rumah. Cahaya dari lilin dipercaya membawa aura baik. Perlahan, bawalah tiga lilin menyala lilin merah melewati pintu depan rumah sebanyak 3 kali sembari mengikuti searah jarum jam. Naikkan lilin tinggi-tinggi melewati kepala kamu sebanyak 3 kali, kemudian di dekat dasar pintu sebanyak 3 kali pula.
Lifestyle Inspirasi & Unik Rabu, 16 Februari 2022 - 0000 WIB Ritual Eksorsisme Sumber Instagram dodsvelehardingfele VIVA – Ritual pengusir setan mungkin tidak asing lagi di telinga dan masih banyak dilakukan hingga kini baik di Indonesia sendiri maupun di berbagai negara lainnya. Seperti yang diketahui, di dunia ini menusia juga dikelilingi oleh roh-roh jahat. Bahan tak sedikit orang-orang yang terpengaruh dan akhirnya tubuh mereka dirasuki oleh roh jahat begitu, roh jahat yang merasuki tubuh atau bahkan berada di tempat-tempat tertentu ternyata dapat diusir dan dihilangkan dengan ritual pengusir setan. Ada berbagai macam ritual pengusir setan yang ada di dunia. Apa saja itu? Berikut ini ritual pengusir setan yang ada di berbagai negara yang salah satunya juga ada di Indonesia. 1. Eksorsisme di berbagai negara Ritual Eksorsisme Photo Instagram dodsvelehardingfele Eksorsisme merupakan salah satu cara mengusir roh jahat pada suatu tempat atau seseorang yang sedang dirasuki. Cara ini sudah cukup lama sekali dikenal dan digunakan oleh berbagai kepercayaan di berbagai negara. Biasanya dalam ritual eksorsis ini menggunakan mantra, doa-doa, simbol, gerakan, jimat, gambar atau patung orang suci dan yang lainnya. Hal itu diperlukan untuk mengusir roh jahat tersebut. Ritual ini tidak menggunakan kekerasan terhadap orang yang sedang kerasukan, bahkan jika seseorang tersebut menyakiti dirinya sendiri maka tubuhnya lebih baik akan diikat untuk menghindari hal tersebut. 2. Ruqyah di Indonesia Ilustrasi berdoa. Halaman Selanjutnya Ruqyahah dikenal dalam agama Islam sebagai sebuah metode penyembuhan untuk berbagai penyakit dengan membacakan doa-doa kepada orang yang sakit mulai dari terkena ain, sihir, kerasukan, rasa sakit, gangguan jiwa, gangguan jin bahkan hingga sengatan hewan dan bisa. Doa-doa yang dibacakan saat ruqyah tentunya harus berasal dari ayat-ayat dalam Al-Quran dan Sunnah untuk meminta pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar seseorang yang menagalmi sakit dapat sembuh. Doa tersebut kemudian akan ditiupkan pada telapak tangan atau anggota tubuh lain dari orang yang dirukiah. Kami kirim berita paling update di pagi dan sore hari langsung ke telegram Kamu! Pssst ada quiz dan giveaway juga Topik Terkait Ritual Roh Jahat Sagwara Setan Jangan Lewatkan Terpopuler Berikut hal yang dapat dilakukan untuk tetap bergairah tanpa berkeringat saat hubungan seks. Ya, meski gairah seksual seseorang bervariasi, namun jika berbicara mengenai horny lebih banyak dialami oleh pria. Ada sejumlah agama terbesar di dunia seperti halnya di Indonesia, ada beberapa agama tersebar seperti Islam, Kristen serta agama-agama lainnya. Kebanyakan orang hanya mengetahui bahwa sedekah adalah memberikan secara sukarela harta kita untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Padahal, sedekah tidak melulu harus uang Pengguna media sosial pun berlomba mencari tahu sosok Putri Ariani, namun dikejutkan dengan balasan komentar langsung dari gadis tuna netra itu. Lantas bagaimana caranya? Selengkapnya VIVA Networks Komisaris Suzuki Indonesia, Soebronto Laras mengatakan, masih menunggu kebijakan pemerintah, dan dana segar dari konglomerat yang bersiap bikin pabrik kendaraan listrik. Modifikasi Aerox itu mengusung tema Camel Yamaha Moto GP Team, yang merupakan livery ikonik yang dikenakan pada motor YZR-M1 milik pembalap legendaris Valentino Rossi. Selengkapnya Isu Terkini
SENI SOSIAL Āṭānāṭiya Sutta dalam Bahasa Pali dan Terjemahan Bahasa Indonesia Question Apakah di Agama Buddha, ada mantra untuk mengatasi gangguan makhluk jahat yang tidak kasat mata seperti setan atau hantu jahat yang suka mengganggu, menyakiti, bahkan hingga taraf mengancam keselamatan manusia? Brief Answer Sejak zaman dahulu kala hingga era modern ini, gangguan roh-roh jahat tetap menjadi salah satu masalah yang kerap mengganggu ketenangan hidup umat manusia, semata karena yang menyakiti ialah sosok-sosok yang tidak kasat mata serta menyakiti dalam “senyap”, bahkan ada pula sebagian orang-orang tidak bermoral yang memanfaatkan roh-roh jahat tersebut sebagai alat untuk berbuat jahat seperti menyakiti manusia lainnya. Sutta, sejatinya ialah berisi khotbah Sang Buddha ketika membabarkan Dhamma, namun terdapat beberapa sutta yang memang khusus diperuntukkan untuk membangun perlindungan dari makhluk-makhluk tidak kasat mata. Terdapat beragam sutta yang dibabarkan oleh Sang Buddha untuk melindungi para bhikkhu dan bhikkhuni maupun bagi para umat perumah-tangga dari gangguan makhluk-makhluk halus yang tidak kasat mata yang memiliki niat buruk. Salah satu sutta yang diyakini paling kuat untuk membentengi diri dan memberikan perlindungan bagi manusia yang merapalkannya chanting, ialah Āṭānāṭiyasuttaṃ Āṭānāṭiya Sutta. Namun, perlu penulis beri catatan, kekuatan dibalik paritta barulah “powerfull” bilamana pihak yang merapalkannya memiliki moralitas yang baik dan murni, bila perlu suci dan bersih perilakunya. Sama seperti kekuatan dibalik meditasi, bilamana mereka yang berlatih meditasi telah ternyata memiliki moralitas yang kurang baik dan tidak luhur, maka adalah percuma saja berlatih meditasi karena hanya akan membuang-buang waktu tanpa faedah. Itulah yang disebut sebagai membangun pulau perlindungan bagi diri kita sendiri, yakni lewat moralitas yang baik maka baik pariita maupun meditasi akan mampu menampilkan kekuatannya secara optimal dan gemilang. PEMBAHASAN ~ Āṭānāṭiyasuttaṃ ~ [Huruf Pali “ṃ”, m dengan titik dibawahnya, dibaca “ng”. Sementara huruf Pali “v”, dilafalkan sebagai “w”. Semisal “Evaṃ me sutaṃ” dibaca “Ewang me sutang”. Huruf Pali “ñ”, dibaca “ng”. Garis diatas huruf vokal, dibaca secara panjang. Huruf Pali “e” dan “o”, dibaca panjang. Semisal “purisājañña” dibaca “purisaa-jany-nya”, “cattāro” dibaca “cat-taa-roo”. Sutta-sutta ini dikatakan efektif di seluruh sepuluh ribu alam semesta.] Ekaṃ samayaṃ bhagavā rājagahe viharati gijjhakūṭe pabbate. Atha kho cattāro mahārājā mahatiyā ca yakkhasenāya mahatiyā ca gandhabbasenāya mahatiyā ca kumbhaṇḍasenāya mahatiyā ca nāgasenāya catuddisaṃ rakkhaṃ ṭhapetvā catuddisaṃ gumbaṃ ṭhapetvā catuddisaṃ ovaraṇaṃ ṭhapetvā abhikkantāya rattiyā abhikkantavaṇṇā kevalakappaṃ gijjhakūṭaṃ pabbataṃ obhāsetvā yena bhagavā tenupasaṅkamiṃsu; upasaṅkamitvā bhagavantaṃ abhivādetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu. Tepi kho yakkhā appekacce bhagavantaṃ abhivādetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu, appekacce bhagavatā saddhiṃ sammodiṃsu, sammodanīyaṃ kathaṃ sāraṇīyaṃ vītisāretvā ekamantaṃ nisīdiṃsu, appekacce yena bhagavā tenañjaliṃ paṇāmetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu, appekacce nāmagottaṃ sāvetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu, appekacce tuṇhībhūtā ekamantaṃ nisīdiṃsu. Ekamantaṃ nisinno kho vessavaṇo mahārājā bhagavantaṃ etadavoca – santi hi, bhante, uḷārā yakkhā bhagavato appasannā. Santi hi, bhante, uḷārā yakkhā bhagavato pasannā. Santi hi, bhante, majjhimā yakkhā bhagavato appasannā. Santi hi, bhante, majjhimā yakkhā bhagavato pasannā. Santi hi, bhante, nīcā yakkhā bhagavato appasannā. Santi hi, bhante, nīcā yakkhā bhagavato pasannā. Yebhuyyena kho pana, bhante, yakkhā appasannāyeva bhagavato. Taṃ kissa hetu? Bhagavā hi, bhante, pāṇātipātā veramaṇiyā dhammaṃ deseti, adinnādānā veramaṇiyā dhammaṃ deseti, kāmesumicchācārā veramaṇiyā dhammaṃ deseti, musāvādā veramaṇiyā dhammaṃ deseti, surāmerayamajjappamādaṭṭhānā veramaṇiyā dhammaṃ deseti. Yebhuyyena kho pana, bhante, yakkhā appaṭiviratāyeva pāṇātipātā, appaṭiviratā adinnādānā, appaṭiviratā kāmesumicchācārā, appaṭiviratā musāvādā, appaṭiviratā surāmerayamajjappamādaṭṭhānā. Tesaṃ taṃ hoti appiyaṃ amanāpaṃ. Santi hi, bhante, bhagavato sāvakā araññavanapatthāni pantāni senāsanāni paṭisevanti appasaddāni appanigghosāni vijanavātāni manussarāhasseyyakāni paṭisallānasāruppāni. Tattha santi uḷārā yakkhā nivāsino, ye imasmiṃ bhagavato pāvacane appasannā. Tesaṃ pasādāya uggaṇhātu, bhante, bhagavā āṭānāṭiyaṃ rakkhaṃ bhikkhūnaṃ bhikkhunīnaṃ upāsakānaṃ upāsikānaṃ guttiyā rakkhāya avihiṃsāya phāsuvihārāyā’’ti. Adhivāsesi bhagavā tuṇhībhāvena. Atha kho vessavaṇo mahārājā bhagavato adhivāsanaṃ viditvā tāyaṃ velāyaṃ imaṃ āṭānāṭiyaṃ rakkhaṃ abhāsi – Vipassissa ca namatthu, cakkhumantassa sirīmato. Sikhissapi ca namatthu, sabbabhūtānukampino. Vessabhussa ca namatthu, nhātakassa tapassino; Namatthu kakusandhassa, mārasenāpamaddino. Koṇāgamanassa namatthu, brāhmaṇassa vusīmato; Kassapassa ca namatthu, vippamuttassa sabbadhi. Aṅgīrasassa namatthu, sakyaputtassa sirīmato; Yo imaṃ dhammaṃ desesi, sabbadukkhāpanūdanaṃ. Ye cāpi nibbutā loke, yathābhūtaṃ vipassisuṃ; Te janā apisuṇātha, mahantā vītasāradā. Hitaṃ devamanussānaṃ, yaṃ namassanti gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, mahantaṃ vītasāradaṃ. Yato uggacchati sūriyo, ādicco maṇḍalī mahā. Yassa cuggacchamānassa, saṃvarīpi nirujjhati; Yassa cuggate sūriye, divaso’ti pavuccati. Rahadopi tattha gambhīro, samuddo saritodako; Evaṃ taṃ tattha jānanti, samuddo saritodako’. Ito sā purimā disā’, iti naṃ ācikkhatī jano; Yaṃ disaṃ abhipāleti, mahārājā yasassi so. Gandhabbānaṃ ādhipati, dhataraṭṭho’ti nāmaso; Ramatī naccagītehi, gandhabbehi purakkhato. Puttāpi tassa bahavo, ekanāmāti me sutaṃ; Asīti dasa eko ca, indanāmā mahabbalā. Te cāpi buddhaṃ disvāna, buddhaṃ ādiccabandhunaṃ; Dūratova namassanti, mahantaṃ vītasāradaṃ. Namo te purisājañña, namo te purisuttama; Kusalena samekkhasi, amanussāpi taṃ vandanti; Sutaṃ netaṃ abhiṇhaso, tasmā evaṃ vademase. Jinaṃ vandatha gotamaṃ, jinaṃ vandāma gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, buddhaṃ vandāma gotamaṃ’. Yena petā pavuccanti, pisuṇā piṭṭhimaṃsikā. Pāṇātipātino luddā, corā nekatikā janā. Ito sā dakkhiṇā disā’, iti naṃ ācikkhatī jano; Yaṃ disaṃ abhipāleti, mahārājā yasassi so. Kumbhaṇḍānaṃ adhipati, virūḷho’ iti nāmaso; Ramatī naccagītehi, kumbhaṇḍehi purakkhato. Puttāpi tassa bahavo, ekanāmāti me sutaṃ; Asīti dasa eko ca, indanāmā mahabbalā. Te cāpi buddhaṃ disvāna, buddhaṃ ādiccabandhunaṃ; Dūratova namassanti, mahantaṃ vītasāradaṃ. Namo te purisājañña, namo te purisuttama; Kusalena samekkhasi, amanussāpi taṃ vandanti; Sutaṃ netaṃ abhiṇhaso, tasmā evaṃ vademase. Jinaṃ vandatha gotamaṃ, jinaṃ vandāma gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, buddhaṃ vandāma gotamaṃ’. Yattha coggacchati sūriyo, ādicco maṇḍalī mahā. Yassa coggacchamānassa, divasopi nirujjhati; Yassa coggate sūriye, saṃvarī’ti pavuccati. Rahadopi tattha gambhīro, samuddo saritodako; Evaṃ taṃ tattha jānanti, samuddo saritodako’. Ito sā pacchimā disā’, iti naṃ ācikkhatī jano; Yaṃ disaṃ abhipāleti, mahārājā yasassi so. Nāgānañca adhipati, virūpakkho’ti nāmaso; Ramatī naccagītehi, nāgeheva purakkhato. Puttāpi tassa bahavo, ekanāmāti me sutaṃ; Asīti dasa eko ca, indanāmā mahabbalā. Te cāpi buddhaṃ disvāna, buddhaṃ ādiccabandhunaṃ; Dūratova namassanti, mahantaṃ vītasāradaṃ. Namo te purisājañña, namo te purisuttama; Kusalena samekkhasi, amanussāpi taṃ vandanti; Sutaṃ netaṃ abhiṇhaso, tasmā evaṃ vademase. Jinaṃ vandatha gotamaṃ, jinaṃ vandāma gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, buddhaṃ vandāma gotamaṃ’. Yena uttarakurū rammā, mahāneru sudassano. Manussā tattha jāyanti, amamā apariggahā. Na te bījaṃ pavapanti, napi nīyanti naṅgalā; Akaṭṭhapākimaṃ sāliṃ, paribhuñjanti mānusā. Akaṇaṃ athusaṃ suddhaṃ, sugandhaṃ taṇḍulapphalaṃ; Tuṇḍikīre pacitvāna, tato bhuñjanti bhojanaṃ. Gāviṃ ekakhuraṃ katvā, anuyanti disodisaṃ; Pasuṃ ekakhuraṃ katvā, anuyanti disodisaṃ. Itthī-vāhanaṃ katvā, anuyanti disodisaṃ; Purisaṃ vāhanaṃ katvā, anuyanti disodisaṃ. Kumāriṃ vāhanaṃ katvā, anuyanti disodisaṃ; Kumāraṃ vāhanaṃ katvā, anuyanti disodisaṃ. Te yāne abhiruhitvā, Sabbā disā anupariyanti; Pacārā tassa rājino. Hatthiyānaṃ assayānaṃ, dibbaṃ yānaṃ upaṭṭhitaṃ; Pāsādā sivikā ceva, mahārājassa yasassino. Tassa ca nagarā ahu, Antalikkhe sumāpitā; Āṭānāṭā kusināṭā parakusināṭā, Nāṭapuriyā parakusiṭanāṭā. Uttarena kapivanto, Janoghamaparena ca; Navanavutiyo ambaraambaravatiyo, Āḷakamandā nāma rājadhānī. Kuverassa kho pana, mārisa, mahārājassa visāṇā nāma rājadhānī; Tasmā kuvero mahārājā, vessavaṇo’ti pavuccati. Paccesanto pakāsenti, tatolā tattalā tatotalā; Ojasi tejasi tatojasī, sūro rājā ariṭṭho nemi. Rahadopi tattha dharaṇī nāma, yato meghā pavassanti; Vassā yato patāyanti, sabhāpi tattha sālavatī nāma. Yattha yakkhā payirupāsanti, tattha niccaphalā rukkhā; Nānā dijagaṇā yutā, mayūrakoñcābhirudā; Kokilādīhi vagguhi. Jīvañjīvakasaddettha, atho oṭṭhavacittakā; Kukutthakā kuḷīrakā, vane pokkharasātakā. Sukasāḷikasaddettha, daṇḍamāṇavakāni ca; Sobhati sabbakālaṃ sā, kuveranaḷinī sadā. Ito sā uttarā disā’, iti naṃ ācikkhatī jano; Yaṃ disaṃ abhipāleti, mahārājā yasassi so. Yakkhānañca adhipati, kuvero’ iti nāmaso; Ramatī naccagītehi, yakkheheva purakkhato. Puttāpi tassa bahavo, ekanāmāti me sutaṃ; Asīti dasa eko ca, indanāmā mahabbalā. Te cāpi buddhaṃ disvāna, buddhaṃ ādiccabandhunaṃ; Dūratova namassanti, mahantaṃ vītasāradaṃ. Namo te purisājañña, namo te purisuttama; Kusalena samekkhasi, amanussāpi taṃ vandanti; Sutaṃ netaṃ abhiṇhaso, tasmā evaṃ vademase. Jinaṃ vandatha gotamaṃ, jinaṃ vandāma gotamaṃ; Vijjācaraṇasampannaṃ, buddhaṃ vandāma gotama’’’nti. Ayaṃ kho sā, mārisa, āṭānāṭiyā rakkhā bhikkhūnaṃ bhikkhunīnaṃ upāsakānaṃ upāsikānaṃ guttiyā rakkhāya avihiṃsāya phāsuvihārāya. Yassa kassaci, mārisa, bhikkhussa vā bhikkhuniyā vā upāsakassa vā upāsikāya vā ayaṃ āṭānāṭiyā rakkhā suggahitā bhavissati samattā pariyāpuṭā. Taṃ ce amanusso yakkho vā yakkhinī vā yakkhapotako vā yakkhapotikā vā yakkhamahāmatto vā yakkhapārisajjo vā yakkhapacāro vā, gandhabbo vā gandhabbī vā gandhabbapotako vā gandhabbapotikā vā gandhabbamahāmatto vā gandhabbapārisajjo vā gandhabbapacāro vā, kumbhaṇḍo vā kumbhaṇḍī vā kumbhaṇḍapotako vā kumbhaṇḍapotikā vā kumbhaṇḍamahāmatto vā kumbhaṇḍapārisajjo vā kumbhaṇḍapacāro vā, nāgo vā nāgī vā nāgapotako vā nāgapotikā vā nāgamahāmatto vā nāgapārisajjo vā nāgapacāro vā, paduṭṭhacitto bhikkhuṃ vā bhikkhuniṃ vā upāsakaṃ vā upāsikaṃ vā gacchantaṃ vā anugaccheyya, ṭhitaṃ vā upatiṭṭheyya, nisinnaṃ vā upanisīdeyya, nipannaṃ vā upanipajjeyya. Na me so, mārisa, amanusso labheyya gāmesu vā nigamesu vā sakkāraṃ vā garukāraṃ vā. Na me so, mārisa, amanusso labheyya āḷakamandāya nāma rājadhāniyā vatthuṃ vā vāsaṃ vā. Na me so, mārisa, amanusso labheyya yakkhānaṃ samitiṃ gantuṃ. Apissu naṃ, mārisa, amanussā anāvayhampi naṃ kareyyuṃ avivayhaṃ. Apissu naṃ, mārisa, amanussā attāhipi paripuṇṇāhi paribhāsāhi paribhāseyyuṃ. Apissu naṃ, mārisa, amanussā rittaṃpissa pattaṃ sīse nikkujjeyyuṃ. Apissu naṃ, mārisa, amanussā sattadhāpissa muddhaṃ phāleyyuṃ. Santi hi, mārisa, amanussā caṇḍā ruddhā rabhasā, te neva mahārājānaṃ ādiyanti, na mahārājānaṃ purisakānaṃ ādiyanti, na mahārājānaṃ purisakānaṃ purisakānaṃ ādiyanti. Te kho te, mārisa, amanussā mahārājānaṃ avaruddhā nāma vuccanti. Seyyathāpi, mārisa, rañño māgadhassa vijite mahācorā. Te neva rañño māgadhassa ādiyanti, na rañño māgadhassa purisakānaṃ ādiyanti, na rañño māgadhassa purisakānaṃ purisakānaṃ ādiyanti. Te kho te, mārisa, mahācorā rañño māgadhassa avaruddhā nāma vuccanti. Evameva kho, mārisa, santi amanussā caṇḍā ruddhā rabhasā, te neva mahārājānaṃ ādiyanti, na mahārājānaṃ purisakānaṃ ādiyanti, na mahārājānaṃ purisakānaṃ purisakānaṃ ādiyanti. Te kho te, mārisa, amanussā mahārājānaṃ avaruddhā nāma vuccanti. Yo hi koci, mārisa, amanusso yakkho vā yakkhinī vā yakkhapotako vā yakkhapotikā vā yakkhamahāmatto vā yakkhapārisajjo vā yakkhapacāro vā, gandhabbo vā gandhabbī vā gandhabbapotako vā gandhabbapotikā vā gandhabbamahāmatto vā gandhabbapārisajjo vā gandhabbapacāro vā, kumbhaṇḍo vā kumbhaṇḍī vā kumbhaṇḍapotako vā kumbhaṇḍapotikā vā kumbhaṇḍamahāmatto vā kumbhaṇḍapārisajjo vā kumbhaṇḍapacāro vā, nāgo vā nāgī vā nāgapotako vā nāgapotikā vā nāgamahāmatto vā nāgapārisajjo vā nāgapacāro vā paduṭṭhacitto bhikkhuṃ vā bhikkhuniṃ vā upāsakaṃ vā upāsikaṃ vā gacchantaṃ vā anugaccheyya, ṭhitaṃ vā upatiṭṭheyya, nisinnaṃ vā upanisīdeyya, nipannaṃ vā upanipajjeyya. Imesaṃ yakkhānaṃ mahāyakkhānaṃ senāpatīnaṃ mahāsenāpatīnaṃ ujjhāpetabbaṃ vikkanditabbaṃ viravitabbaṃ – ayaṃ yakkho gaṇhāti, ayaṃ yakkho āvisati, ayaṃ yakkho heṭheti, ayaṃ yakkho viheṭheti, ayaṃ yakkho hiṃsati, ayaṃ yakkho vihiṃsati, ayaṃ yakkho na muñcatī’ti. Katamesaṃ yakkhānaṃ mahāyakkhānaṃ senāpatīnaṃ mahāsenāpatīnaṃ? Indo somo varuṇo ca, bhāradvājo pajāpati; Candano kāmaseṭṭho ca, kinnughaṇḍu nighaṇḍu ca. Panādo opamañño ca, devasūto ca mātali; Cittaseno ca gandhabbo, naḷo rājā janesabho. Sātāgiro hemavato, puṇṇako karatiyo guḷo; Sivako mucalindo ca, vessāmitto yugandharo. Gopālo suppagedho ca, hirī nettī ca mandiyo; Pañcālacaṇḍo āḷavako, pajjunno sumano sumukho; Dadhimukho maṇi mānicaro dīgho, atho serīsako saha. Imesaṃ yakkhānaṃ mahāyakkhānaṃ senāpatīnaṃ mahāsenāpatīnaṃ ujjhāpetabbaṃ vikkanditabbaṃ viravitabbaṃ – ayaṃ yakkho gaṇhāti, ayaṃ yakkho āvisati, ayaṃ yakkho heṭheti, ayaṃ yakkho viheṭheti, ayaṃ yakkho hiṃsati, ayaṃ yakkho vihiṃsati, ayaṃ yakkho na muñcatī’ti. Ayaṃ kho sā, mārisa, āṭānāṭiyā rakkhā bhikkhūnaṃ bhikkhunīnaṃ upāsakānaṃ upāsikānaṃ guttiyā rakkhāya avihiṃsāya phāsuvihārāya. Handa ca dāni mayaṃ, mārisa, gacchāma bahukiccā mayaṃ bahukaraṇīyā’’ti. Yassadāni tumhe mahārājāno kālaṃ maññathā’’ti. Atha kho cattāro mahārājā uṭṭhāyāsanā bhagavantaṃ abhivādetvā padakkhiṇaṃ katvā tatthevantaradhāyiṃsu. Tepi kho yakkhā uṭṭhāyāsanā appekacce bhagavantaṃ abhivādetvā padakkhiṇaṃ katvā tatthevantaradhāyiṃsu. Appekacce bhagavatā saddhiṃ sammodiṃsu, sammodanīyaṃ kathaṃ sāraṇīyaṃ vītisāretvā tatthevantaradhāyiṃsu. Appekacce yena bhagavā tenañjaliṃ paṇāmetvā tatthevantaradhāyiṃsu. Appekacce nāmagottaṃ sāvetvā tatthevantaradhāyiṃsu. Appekacce tuṇhībhūtā tatthevantaradhāyiṃsūti. Paṭhamabhāṇavāro niṭṭhito. ~ Āṭānāṭiya Sutta ~ 1. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Puncak Hering. Dan Empat Raja Dewa, bersama serombongan besar yakkha, gandhabba, kumbhaṇḍa dan nāga, setelah membuat pengawalan, barisan pertahanan, panjagaan di empat penjuru, ketika malam hampir berlalu, pergi menjumpai Sang Bhagavā, menerangi seluruh Puncak Hering dengan cahaya tubuh mereka, memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi. Dan beberapa yakkha memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi, beberapa saling bertukar sapa dengan Beliau sebelum duduk, beberapa memberi hormat dengan merangkapkan tangan, beberapa menyebutkan nama dan suku mereka, dan beberapa duduk berdiam diri. 2. Kemudian setelah duduk di satu sisi, Raja Vessavaṇa berkata kepada Sang Bhagavā Bhagavā, ada beberapa yakkha tingkat tinggi yang tidak berkeyakinan kepada Sang Bhagavā, dan yang lainnya berkeyakinan; dan demikian pula ada yakkha peringkat menengah dan rendah yang tidak berkeyakinan terhadap Sang Bhagavā, dan yang lainnya berkeyakinan. Tetapi, Bhagavā, sebagian besar yakkha tidak berkeyakinan kepada Sang Bhagavā. Mengapakah? Sang Bhagavā mengajarkan menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari pelanggaran seksual, menghindari berbohong, dan menghindari minuman keras dan obar-obat yang menyebabkan kelambanan. Tetapi sebagian besar yakhha tidak menghindari hal-hal ini, dan melakukan hal-hal ini adalah tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi mereka. Sekarang, Bhagavā, ada para siswa Sang Bhagavā yang menetap di tengah hutan belantara yang jauh, dimana hanya ada sedikit suara atau teriakan, cocok untuk melatih diri. Dan ada yakkha tingkat tinggi yang menetap di sana yang tidak berkeyakinan kepada Sang Bhagavā. Dengan tujuan untuk memberikan kepercayaan diri kepada orang-orang ini, Sudilah Bhagavā mempelajari syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman.’ dan Sang Bhagavā menyetujuinya dengan berdiam diri. 3. Kemudian Raja Vessavaṇa, setelah memahami persetujuan Sang Bhagavā, segera membacakan syair-syair perlindungan Āṭānāṭā Terpujilah Vipassī, Yang megah berpenglihatan tajam. Terpujilah Sikhī juga, Yang penuh belas kasihan terhadap semua makhluk. Terpujilah Vessabhū, Yang mandi dalam pertapaan murni. Terpujilah Kakusandha, Penakluk bala tentara Māra, Terpujilah juga Koṇāgamana Sang Brahmana sempurna. Terpujilah Kassapa, Terbebaskan dalam segala hal, Terpujilah Angīrasa, Putra Sakya yang bersinar, Sang Guru Dhamma Yang mengatasi segala penderitaan. Dan mereka yang terbebaskan dari dunia ini, Melihat jantung dari segala hal, Mereka yang lembut bahasanya, Perkasa dan juga bijaksana, Kepadanya yang membantu para dewa dan manusia, Kepada Gotama mereka memuja Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Perkasa dan juga cerdik. 4. Dari titik di mana matahari muncul, Anak Aditya, dalam pancaran gemilang, Yang kemunculannya menyebabkan malam yang menyelimuti Tersingkirkan dan lenyap, Sehingga dengan terbitnya matahari Muncullah apa yang mereka sebut Siang, Juga ada air yang banyak dan bergerak ini, Dalam dan lautan yang perkasa bergelombang, Orang-orang ini mengetahui, dan ini mereka sebut Samudra atau Lautan Bergelombang. Arah ini adalah Timur, atau yang Pertama Inilah bagaimana orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja. Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar, Raja dari semua gandhabba, Dhataraṭṭha adalah namanya, Dihormati oleh para gandhabba. Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati. Ia memiliki banyak putra perkasa Delapan puluh, sepuluh dan satu, kata mereka Dan semuanya memiliki satu nama, Dipanggil Indra, raja kekuatan, Dan ketika Sang Buddha menyapa tatapan mereka, Buddha, kerabat Matahari, Dari jauh mereka menyembah Kepada Raja Kebijaksanaan sejati “Salam, o Manusia Mulia! Salam kepadaMu, yang pertama di antara manusia! Dalam kebaikan Engkau menatap kami, Siapakah, walaupun bukan manusia, yang menghormati Engkau! Sering ditanya, apakah kami menghormati Gotama Sang Penakluk? – Kami menjawab Kami memang menghormati Gotama, Sang Penakluk Agung, Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Buddha Gotama kami menghormat!’” 5. Tempat yang oleh manusia disebut tempat kediaman peta, Pengucap kata-kata kasar, dan pemfitnah, Pembunuh dan makhluk-makhluk serakah, Pencuri dan penipu licik semuanya, Arah ini adalah Selatan, mereka berkata Itulah orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja, Memiliki kemashyuran dan kekuasaan besar, Raja dari para kumbhaṇḍa, Virūḷhaka adalah namanya, Dihormati oleh para kumbhaṇḍa, Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati … dilanjutkan seperti 4 6. Dari titik di mana matahari terbenam, Anak Aditya, dalam pancaran agung, Yang dengannya siang berakhir Dan malam, Sang Penyelimut, seperti orang-orang mengatakan, Muncul lagi menggantikan siang, Juga air yang banyak dan bergerak ini, Dalam dan lautan yang perkasa bergelombang, Orang-orang ini mengetahui, dan ini mereka sebut Samudra atau Lautan Bergelombang. Arah ini adalah Barat, atau yang Terakhir demikianlah orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja, Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar, Raja dari para nāga Virūpakkha adalah namanya. Dihormati oleh naga, Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati … dilanjutkan seperti 4. 7. Di mana negeri Kuru yang indah di Utara terletak, Di bawah Neru perkasa yang menarik, Di sana manusia berdiam, ras yang berbahagia, Tidak memiliki apa-apa, tidak memiliki istri. Mereka tidak perlu menebar benih, Mereka tidak perlu menarik bajak Dari hasil panen yang masak dengan sendirinya Memberikan dirinya untuk dimakan manusia. Bebas dari dedak dan dari sekam, Beraroma harum, beras terbaik, Ditanak di atas tungku batu-panas, Makanan demikianlah yang mereka makan. Sapi dengan satu sadel terpasang, Demikianlah mereka menunggang berkeliling, Menggunakan perempuan sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Menggunakan laki-laki sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Menggunakan gadis perawan sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Menggunakan anak-anak laki-laki sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Dan demikianlah, dibawa oleh tunggangan demikian, Semua wilayah mereka lintasi Untuk melayani raja mereka. Gajah-gajah mereka tunggangi, kuda-kuda juga, Kereta-kereta yang layak untuk para dewa juga mereka miliki. Tandu megah tersedia Untuk para pengikut kerajaan. Kota-kota juga mereka miliki, dibangun dengan sempurna, Menjulang tinggi ke angkasa Āṭānāṭā, Kusināṭā, Parakusināṭā, Nāṭapuriya adalah milik mereka, Dan Parakusināṭā. Kapīvanta di utara, Janogha, kota-kota lainnya juga, Navanavatiya, Ambara- Ambaravatiya, Āḷakamandā, kota kerajaan, Tetapi di mana Kuvera berdiam, raja mereka Disebut Visāṇā, darimana sang raja Mendapatkan nama Vessavaṇa. Mereka yang melakukan tugas-tugasnya adalah Tatolā, Tattalā, Tototalā, kemudian Tejasi, Tatojasi, Sūra, Rājā, Ariṭṭha, Nemi. Terdapat Dharaṇī air yang perkasa, Sumber awan-hujan yang tumpah Ketika musim hujan tiba. Di sana ada Bhagalavati, sebuah aula Tempat pertemuan para yakkha, Dikelilingi pohon-pohon yang berbuah selamanya Dipenuhi banyak jenis burung, Di mana merak memekik dan bangau berkicau, Dan burung tekukur dengan lembut memanggil. Burung-jīva yang meneriakkan “Hiduplah terus!” Dan ia yang menyanyikan “Bergembiralah! Ayam hutan, kulīraka, Bangau hutan, burung-padi juga, Dan burung-mynah yang menyerupai manusia, Dan mereka yang bernama “manusia jangkungan”. Dan di sana terletak yang selamanya indah Danau-seroja Kuvera yang indah. Arah ini adalah Utara, mereka berkata Itu adalah bagaimana orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja. Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar, Raja dari para yakkha, Dan Kuvera adalah namanya, Dihormati oleh para yakkha, Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati. Ia memiliki banyak putera kuat Delapan puluh, sepuluh dan satu, kata mereka Dan semuanya memiliki satu nama, Dipanggil Indra, raja kekuatan, Dan ketika Sang Buddha menyapa tatapan mereka, Buddha, kerabat Matahari, Dari jauh mereka bersujud Kepada Raja Kebijaksanaan sejati “Salam, o Manusia Mulia! Salam kepadaMu, Yang Pertama di antara manusia! Dalam kebaikan Engkau menatap kami, Siapakah, walaupun bukan manusia, yang menghormati Engkau! Sering ditanya, apakah kami menghormati Gotama Sang Penakluk? – Kami menjawab Kami memang menghormati Gotama, Sang Penakluk Agung, Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Buddha Gotama kami menghormat!’”’ 8. Ini, Yang Mulia, adalah syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman. Dan jika bhikkhu atau bhikkhunī, umat awam laki-laki atau perempuan mana pun juga mempelajari syair-syair ini dengan baik dan menghapalkannya dalam hati, maka jika makhluk bukan manusia mana pun juga, yakkha laki-laki atau perempuan atau anak-anak yakkha, atau pemimpin pelayan atau pelayan yakkha, gandhabba laki-laki atau perempuan, …kumbhaṇḍa, … nāga, … mendatangi orang itu dengan niat jahat ketika ia sedang berjalan atau hendak berjalan, berdiri atau hendak berdiri, duduk atau hendak duduk, berbaring atau hendak berbaring, maka makhluk bukan manusia itu tidak akan dihormati dan disembah di desa atau pemukiman. Makhluk itu tidak akan mendapatkan tempat tinggal di ibukotaku Āḷakamandā, ia tidak akan diizinkan menghadiri pertemuan para yakkha, juga tidak diterima dalam suatu pernikahan. Dan semua makhluk bukan manusia, dengan kemarahan, akan mengecamnya. Kemudian mereka akan membungkukkan kepalanya seperti mangkuk kosong, dan mereka akan memecahkan kepalanya menjadi tujuh keping. 9. Ada, Yang Mulia, beberapa makhluk bukan manusia, yang ganas, liar dan mengerikan. Mereka tidak mematuhi Raja-rajanya, juga tidak kepada para menterinya, juga tidak kepada para pelayannya. Mereka dikatakan memberontak melawan Raja-raja Dewa. Bagaikan pemimpin-penjahat yang ditaklukkan oleh Raja Magadha tidak mematuhi Raja Magadha, atau menterinya atau pelayannya, demikian pula mereka bersikap. Sekarang jika ada yakkha atau anak-anak yakkha yang manapun, … gandhabba, … mendatangi bhikkhu atau bhikkhunī, umat awam laki-laki atau perempuan mana pun dengan niat jahat, maka orang itu harus waspada, memanggil dan meneriakkan nama para yakkha, yakkha tinggi, para pemimpin dan jenderal mereka, dengan mengatakan “Yakkha ini telah menangkapku, menyakitiku, mencelakaiku, melukaiku dan tidak melepaskan aku!” 10. Yang manakah yakkha, yakkha tinggi, para pemimpin dan jenderal yakkha itu? Mereka adalah Inda, Soma, Varuṇa, Bhāradvāja, Pajāpati, Candana, Kāmaseṭṭha, Kinnughaṇḍu dan Nighaṇḍu, Panāda, Opamañña, Devasutta, Mātali, Cittasena Sang Gandhabba, Naḷa, Rājā, Janesabha, Sātāgira, Hemavata, Puṇṇaka, Karatiya, Gula, Sīvaka, Mucalinda juga, Vessāmitta, Yugandhara, Gopāla, Suppagedha juga, Hirī, Netti dan Mandiya, Pañcālacaṇḍa, Āḷavaka, Pajunna, Sumana, Sumukha, Dadimukha, Maṇi juga, Kemudian Mānicara, Dīgha, Dan, yang terakhir, Serissaka. Ini adalah yakkha, yakkha tinggi, para pemimpin dan jenderal yakkha yang harus dipanggil jika terjadi serangan demikian. 11. Dan ini, Yang Mulia, adalah syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman. Dan sekarang, Yang Mulia, kami harus pergi kami mempunyai banyak tugas, banyak hal yang harus dikerjakan.’ Lakukanlah Raja, apa yang kalian anggap baik.’ Dan Empat Raja Dewa berdiri, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, dan lenyap dari sana. Dan para yakkha berdiri, dan beberapa memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, dan lenyap dari sana, dan beberapa saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, beberapa memberi hormat kepada Beliau dengan merangkapkan tangan, beberapa menyebutkan nama dan suku mereka, dan mereka semuanya lenyap. 12. Dan ketika malam berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu Para bhikkhu, tadi malam Empat Raja Dewa … mendatangiKu … ulangi seluruh paragraf 1-11. 13. Para bhikkhu, kalian harus mempelajari syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, menguasainya dan menghapalkannya. Itu adalah untuk keuntungan kalian, dan dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman.’ Demikianlah Sang Bhagavā berbicara dan para bhikkhu senang dan gembira mendengar kata-kata Beliau. © Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia » Topik Buddhisme » Studi Sutta/Sutra » Mantra pengusir setan / hantu + kesurupan Topic Mantra pengusir setan / hantu + kesurupan Read 116895 times 0 Members and 1 Guest are viewing this topic. Hmmm ada yg tau gak mantra setan atau buat yg kesurupan Ada gak link audio nya spt MP3 dll Plz sharing Logged bukan ngusir seh.. lebih tepatnya sebenarnya makhluk di bawah alam manusia itu adalah makhluk yang menderita yang harus ditolong.. parita yang bisa dibacakan.. karaniya metta sutta.. Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi bersama dengan murid-muridnya, Sang Buddha memerintahkan kelima ratus orang muridnya untuk berlatih diri, bermeditasi di hutan untuk mencapai tingkat kesucian. Kelima ratus orang bhikkhu itu lalu pergi menuju ke suatu desa yang cukup besar. Penduduk desa yang ketika mengetahui murid-murid Sang Buddha mendatangi desa mereka, segera menyambutnya dengan menyiapkan tempat untuk beristirahat, dan mempersembahkan bubur dan makanan lainnya. Mereka lalu bertanya"Kemanakah Bhante akan pergi?".Para bhikkhu itu menjawab"Kami akan pergi ke suatu tempat yang nyaman".Penduduk desa itu menyarankan"Bhante, tinggallah di hutan di dekat desa kami ini selama tiga bulan, sehingga kami dapat mempelajari Dhamma dibawah bimbinganmu".Para bhikkhu menyetujuinya, dan para penduduk berkata lagi"Bhante, di dekat desa kami ada hutan kecil, Bhante dapat tinggal di sana".Kelima ratus orang bhikkhu itu lalu pergi menuju hutan yang ditunjukkan penduduk dalam hutan itu banyak terdapat makhluk halus penghuni hutan, mereka mengetahui kedatangan para bhikkhu,"Sekumpulan bhikkhu akan datang ke hutan ini, apabila para bhikkhu itu tinggal di sini, pasti tidak enak lagi kita berdiam di sini bersama anak dan istri".Mereka turun dari pohon dan duduk di bawah, mereka berpikir lagi"Kalau bhikkhu-bhikkhu itu tinggal di sini hanya satu malam, besok mereka pasti pergi dari hutan ini".Mereka lalu duduk diam di bawah pohon. Tetapi keesokkan harinya setelah para bhikkhu berpindapata ke desa di dekat hutan itu dan makan hasil pindapatanya, ternyata mereka kembali ke hutan itu. Para makhluk halus penghuni hutan itu berpikir"Besok, kalau ada yang mengundang mereka, mereka pasti pergi dari sini. Kalau hari ini mereka tidak jadi pergi, besok mereka pasti pergi". Setelah berpikir demikian, mereka duduk kembali di bawah pohon sepanjang halus penghuni hutan ragu-ragu, apakah para bhikkhu itu akan segera pergi dari tempat tinggal mereka, lalu berpikir kembali"Apabila para bhikkhu ini tinggal di sini selama tiga bulan, pasti tidak enak lagi tinggal di sini, lagipula kita sudah lelah sekali duduk di bawah. Bagaimana yah, caranya supaya para bhikkhu ini pergi dari sini?".Karena merasa terganggu akhirnya makhluk halus penghuni hutan itu mengganggu para bhikkhu supaya mereka pergi dari tempat tinggal mereka. Siang dan malam hari para bhikkhu itu diganggu, ada yang melihat kepala-kepala beterbangan, ada pula yang melihat badan tanpa ada kepalanya berjalan-jalan, lalu terdengar suara-suara yang waktu yang bersamaan, para bhikkhu itu banyak yang menderita bermacam-macam penyakit, ada yang sakit batuk, pilek atau sakit-sakit lainnya. Mereka lalu saling bertanya"Saudaraku, kamu sakit apa?"."Saya sakit pilek"."Saya batuk-batuk"."Saudaraku, hari ini saya melihat banyak kepala beterbangan"."Saudaraku, di malam hari saya melihat badan tanpa kepala berjalan-jalan"."Saya mendengar suara-suara yang menyeramkan"."Saudaraku, kita harus meninggalkan tempat ini, tempat ini tidak cocok untuk kita. Mari kita menemui Guru kita, Sang Buddha".Mereka meninggalkan hutan itu dan menemui Sang Buddha, setelah memberikan hormatnya dengan bernamaskara, mereka lalu duduk dan menceritakan mengapa mereka kembali, Sang Buddha lalu berkata"Bhikkhu, mengapa kalian tidak dapat tinggal di hutan itu?".Para bhikkhu menjawab"Yang Mulia, kami tidak dapat lagi tinggal di sana, tempat itu amat menyeramkan, banyak hal menakutkan yang kami lihat dan alami. Tempat itu tidak nyaman untuk kami, jadi kami memutuskan untuk pergi dari sana dan kembali menemui Yang Mulia"."Bhikkhu, kamu harus kembali ke tempat itu"."Maaf Yang Mulia, kami tidak mau kembali ke sana"."Bhikkhu, ketika kamu pergi ke hutan itu untuk pertama kalinya, kamu tidak membawa "senjata". Dan sekarang kamu harus membawa "senjata" bila kamu kembali ke sana"."Senjata apakah itu Yang Mulia?"Sang Buddha lalu menjawab,"Aku akan memberikan senjata yang dapat kamu bawa kemana pun kamu pergi".Sang Buddha mengucapkan syair Karaniya Metta SuttaKARANIYAMATTHAKUSALENAYAN TAM SANTAM PADAM ABHISAMECCASAKKO UJU CA SUHUJU CASUVACO CASSA MUDU ANATIMANISANTUSSAKO CA SUBHARO CAAPPAKICCO CA SALLAHUKAVUTTISANTINDRIYO CA NIPAKO CAAPPAGABBHO KULESU ANANUGIDDHONA CA KHUDDAM SAMACARE KINCIYENA VINNU PARE UPAVADEYYUMSUKHINO VA KHEMINO HONTUSABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTAYE KECI PANABHUTATTHITASA VA THAVARA VA ANAVASESADIGHA VA YE MAHANTA VAMAJJHIMA RASSAKA ANUKATHULADITTHA VA YE VA ADDITTHAYE CA DURE VASANTI AVIDUREBHUTA VA SAMBHAVESI VASABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTANA PARO PARAM NIKUBBETHANATIMANNETHA KATTHACI NAM KANCIBYAROSANA PATIGHASANNANANNAMANNASSA DUKKHAMICCHEYYAMATA YATHA NIYAM PUTTAMAYUSA EKAPUTTAMANURAKKHEEVAMPI SABBABHUTESUMANASAMBHAVAYE APARIMANAMMETTANCA SABBALOKASMIMMANASAMBHAVAYE APARIMANAMUDDHAM ADHO CA TIRIYANCAASAMBADHAM AVERAM ASAPATTAMTITTHANCARAM NISINNO VASAYANO VA YAVATASSA VIGATAMIDDHOETAM SATIM ADHITTHEYYABRAHMAMETAM VIHARAM IDHAMAHUDITTHINCA ANUPAGAMMASILAVA DASSANENA SAMPANNOKAMESU VINEYYA GEDHAMNA HI JATU GABBHASEYYAM PUNARETI?TIInilah yang harus dikerjakanoleh mereka yang tangkas dalam mencapai ketenangan,Ia harus mampu, jujur, sungguh jujur,Rendah hati, lemah lembut, tiada puas, mudah disokong/dilayaniTiada sibuk, sederhana hidupnyaTenang inderanya, berhati-hatiTahu malu, tak melekat pada berbuat kesalahan walaupun kecilyang dapat dicela oleh Para BijaksanaHendaklah ia berpikir Semoga semua makhluk berbahagia dan tentram,Semoga semua makhluk hidup apa pun jugaYang lemah dan kuat tanpa kecualiYang panjang atau besarYang sedang, pendek, kecil atau tampak atau tidak tampakYang jauh atau pun dekatYang terlahir atau yang akan lahirSemoga semua makhluk menipu orang lainAtau menghina siapa karena marah dan benciMengharapkan orang lain seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanyaMelindungi anaknya yang tunggal,Demikianlah terhadap semua makhlukDipancarkannya pikiran kasih sayangnya tanpa sayangnya ke segenap alam semestaDipancarkannya pikirannya itu tanpa batasKe atas, ke bawah dan kesekelilingTanpa rintangan, tanpa benci dan berdiri, berjalan atau dudukAtau berbaring, selagi tiada lelapIa tekun mengembangkan kesadaran iniYang dikatakan Berdiam dalam BrahmaTidak berpegang pada pandangan salah tentang atta/akuDengan sila dan penglihatan yang sempurnaHingga bersih dari nafsu inderaIa tak akan lahir dalam rahim mana pun Sang Buddha mengucapkan syair Karaniya Metta Sutta, Sang Buddha berkata"Bhikkhu, bacakanlah Karaniya Metta Sutta ini, ketika kamu hendak masuk ke dalam hutan, dan ketika hendak memasuki tempat meditasi".Setelah berkata demikian, Sang Buddha melepaskan para bhikkhu kembali ke bhikkhu menghormat Sang Buddha dan kembali ke hutan dengan membawa "senjata" yang telah Sang Buddha ajarkan. Dengan membacakan Karaniya Metta Sutta bersama-sama, mereka masuk ke dalam halus penghuni hutan mendengar Karaniya Metta Sutta, yang menggambarkan cinta kasih dan belas kasihan kepada semua makhluk. Sesudahnya mereka amat senang dan merasa bersahabat dengan para bhikkhu. Kemudian mereka mendatangi para bhikkhu dan minta ijin agar diperbolehkan membawakan mangkok-mangkok dan jubah-jubah. Mereka membersihkan tangan dan kaki para bhikkhu, lalu menempatkan penjagaan yang kuat di sekelilingnya. Mereka duduk bersama-sama para bhikkhu, berjaga-jaga. Suara-suara dan bayangan-bayangan menakutkan tidak ada lagi, para bhikkhu menjadi tenang dan segera duduk bermeditasi, melatih diri pada siang dan malam hari, untuk mendapatkan Pandangan Terang. Dengan pikiran yang terpusat dan terkendali mereka merenungkan kematian, tentang tubuh yang mudah rusak dan membusuk, lalu mereka menarik kesimpulan,"Tubuh ini rapuh bagaikan tempayan".Mereka lalu mengembangkan Pandangan Buddha yang sedang bermeditasi mengetahui bahwa murid-muridnya mulai mengembangkan Pandangan Terang, lalu ia berbicara kepada mereka"Demikianlah bhikkhu. Tubuh ini rapuh bagaikan tempayan".Sambil berkata demikian, Sang Buddha mengirimkan bayangan dirinya yang dapat terlihat dengan jelas oleh Sang Buddha berada amat jauh, tetapi para bhikkhu dapat melihat Sang Buddha dalam bentuk yang nyata, dengan memancarkan sinar yang amat terang, Sang Buddha mengucapkan syair"Dengan menyadari bahwa tubuh ini rapuh bagaikan tempayan, maka hendaknya seseorang memperkokoh pikirannya bagaikan benteng kota dan menyerang mara dengan senjata kabijaksanaan"NB Credit goes to Mr Jhonz yang post di forum sebelah.. Last Edit 30 June 2009, 084548 PM by Forte » Logged Everything can be taken from a man but one thing the last of the human freedom—-to choose one’s attitude in any given set of circumstances, to choose one’s own way. - Viktor Frankl Ada koq yang ekstrim. Cuma lupa namanya, memanggil raja para dewa untuk mengusir. Langkah terakhir kalau udah gak bisa dikasih cinta kasih. Om Indra help me here. Logged HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRPFake friends are like shadows never around on your darkest days Logged buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni" kok ga pernah dengar?itu teknik tridarma yak?Itu beneran ada di Theravada koq. Logged HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRPFake friends are like shadows never around on your darkest days pake Ratana sutta saja tidak cuma ngusir tapi juga mengundang mahluk baik yang dapat membantu kesulitan kita [ artinya kita mempersilahkan mahluk lain yang baik untuk dapat berbuat kamma baik juga] Last Edit 06 July 2009, 111317 PM by daimond » Logged Ada koq yang ekstrim. Cuma lupa namanya, memanggil raja para dewa untuk mengusir. Langkah terakhir kalau udah gak bisa dikasih cinta kasih. Om Indra help me 32, Atanatiya Sutta, silahkan baca DN terbitan DC Press Logged pangil raja neraka, biar hantunya pada takut wkkkkkkk Logged korban keganasan tul, kata forte karaniya metta sutta.. dan betul kata ko indra.. itu atanatiya paritta, ato bisa juga ratana sutta. Logged Yang terpenting adalah kondisi pikiran kita saat membaca paritta. Oleh karena itu hanya orang-orang tertentu saja yang berhasil. Jadi jika tidak berhasil jangan salahkan parittanya. Dalam kasus "kesurupan" ada baiknya meningkatkan kesadaran orang yang menjadi korban. Logged GKBU suvatthi hotu- finire - aku kurang setuju dengan pemakaian atanatiya ini langkah paling paling terakhir dah. aku rasa paritta lain yang lebih ramah dan bijaksana lebih dulu lebih baik. Logged nah klo mahluk halus itu bukan seorang buddhist ato tidak memahami bahasa pali, apakah masih sebegitu hebatnya paritta yg dibaca ? ada 2 kejadian menarik1. ketika sedang berkemping pramuka wktu jaman gw masih sekolah doelu... sekolah ka****k, tiba2 ada adik kelas yg dipengaruhi mahluk halus bahasa keren nya kerasukan pd datang ahli2 doa sok jd pendeta sakti komat kamit sambil teriak "dalam nama canda nama aa'tono enyah lah kuasa setan" eh masih aja tuh meronta-ronta mahluk halus nya geli aja kali dengarnya...2. ketika ada yg dipengaruhi mahluk halus bahasa keren nya kerasukan ada seorang ahli paritta membaca karaniyametta sutta, eh malah ga mempan, tetap aja mahluk halus nya meronta-ronta, tp yg saktinya ketika di baca karaniyametta sutta mahluk halus nya diem/lebih tenang...jd solusi yg tepat, lebih baik ajak ngobrol, kalo dia meronta ronta, buat tenang dl, trus ajak ngobrol lg, bernegosiasi la dgn baik, kan lumayan bs latihan ngobrol/bernegosiasi, klo bs latihan negosiasi bisnis lebih bagus... wkwkwk... nah ketika dah tenang, dah tersampaikan apa yg ingin dia sampaikan ato udah selesai urusan dia, baru kita minta dia pergi... bukan ngusir secara kasar toh ? nah... klo dah gtu pasti pergi deh, trus baca-in karaniyametta sutta... tenang dah semua... cm memang proses gini membutuhkan waktu lebih lama, tp tanpa kekerasan n tidak menyinggung mahluk halus itu juga kita dan mereka tidak ada beda nya, sama2 mahluk n punya perasaangmn tertarik mencoba ? selamat mencoba deh... Logged nah klo mahluk halus itu bukan seorang buddhist ato tidak memahami bahasa pali, apakah masih sebegitu hebatnya paritta yg dibaca ? ada 2 kejadian menarik1. ketika sedang berkemping pramuka wktu jaman gw masih sekolah doelu... sekolah ka****k, tiba2 ada adik kelas yg dipengaruhi mahluk halus bahasa keren nya kerasukan pd datang ahli2 doa sok jd pendeta sakti komat kamit sambil teriak "dalam nama canda nama aa'tono enyah lah kuasa setan" eh masih aja tuh meronta-ronta mahluk halus nya geli aja kali dengarnya...2. ketika ada yg dipengaruhi mahluk halus bahasa keren nya kerasukan ada seorang ahli paritta membaca karaniyametta sutta, eh malah ga mempan, tetap aja mahluk halus nya meronta-ronta, tp yg saktinya ketika di baca karaniyametta sutta mahluk halus nya diem/lebih tenang...jd solusi yg tepat, lebih baik ajak ngobrol, kalo dia meronta ronta, buat tenang dl, trus ajak ngobrol lg, bernegosiasi la dgn baik, kan lumayan bs latihan ngobrol/bernegosiasi, klo bs latihan negosiasi bisnis lebih bagus... wkwkwk... nah ketika dah tenang, dah tersampaikan apa yg ingin dia sampaikan ato udah selesai urusan dia, baru kita minta dia pergi... bukan ngusir secara kasar toh ? nah... klo dah gtu pasti pergi deh, trus baca-in karaniyametta sutta... tenang dah semua... cm memang proses gini membutuhkan waktu lebih lama, tp tanpa kekerasan n tidak menyinggung mahluk halus itu juga kita dan mereka tidak ada beda nya, sama2 mahluk n punya perasaangmn tertarik mencoba ? selamat mencoba deh...Setuju sama a'a ,cara negosiasi atau bertanya pada makhluk adalah jalan yg paling pertama, tidak asal sikat bleh... Bahkan mereka lebih menepati janji dibandingkan manusia yg sering mencla-mencle. Nah kalo makhluknya ngeyel masih berniat jahat baru dah pake senjata pamungkas yaitu senjata rahasia Dragon ball . Kamehameha...... Logged Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada Namo dasarnya semua mantra adalah sama, dapat mengatasi ganguan mahluk halus, dan membawa kedamaian, mukzizat, pencerahan, ketentraman, karunia, kepada si saya teringat kepada 1 mantra pada buku yang pernah Saya baca. Mantra ini bernama mantra Ta Pai San Kai Fu anda baca mantra ini dengan penuh keyakinan, saya salin ulang satu bagian Bab dari buku tersebut Keng Ta Pai San Kai Fu Mu Sin†adalah yang khusus dibaca aliran Mi Cung dalam agama Buddha. Keng ini sangat sederhana, upacaranyapun sederhana namun hasilnya luar biasa, mempunyai kesaktian yang tak dapat diduga. Orang yang membaca Keng ini dapat memukul mundur semua setan dan musuh, melumatkan semua mantra jahat, menghindari semua malapetaka, menaklukan semua hantu dan setan, menghilangkan segala penyakit aneh hingga tercapailah ketentraman hati, semua permohonan baik rejeki, usia, perjodohan, keturunan, kecerdasan, usaha, kesembuhan, merubah permusuhan menjadi persahabatan, perkara pengadilan menjadi perdamaian, terhindar dari kecelakaan jalanan yang tiba2, akan terkabul dan berhasil. Orang yang membaca Keng ini akan sering disenangi dan dilindungi Malaikat, akan menerima karunia besar dan selamat, besar dan caranya sebagai berikutLetakkan di atas altar â€Patung Ta Pai San Kai Fu Mu†dan “Keng Lun “ untuk pemujaan boleh hanya memuja patung/gambarnya atau Keng Lun saja. Sebaiknya Keng Lun ditulis dengan huruf putih di atas kaca bulat yang bertepi kuning, lalu pengilon ini dipuja. Dengan air putih yang sudah masak, bunga segar, membaca tangan, membakar dupa, menjura2. Bacalah “Dengan sujud mempersilahkan “Ta Pai San Kai Fu Mu†sebanyak 3 kali3. Bacalah sekali “semua Ju Lai yang Maha Luhur yang berubah menjadi Thien Mu Pai San Kai Nan Maha wibawa dan maha muliaâ€. Lalu Bacalah “Hung Cing Kang Ting Si Ta We Shen Mu, Ji Jien Sou Shen Mu, Jien Mien Shen Mu, Pai Jien Wan Yen Shen Mu, Pu Erl Ce Yan, Ji Cung Siang Cing Kang Gwan Kwang Ta Shen Mu, Cu Cai San Cie Cung Wei, mohon perkenankanlah hamba sebut namamu dan tempat tinggalmu dan semua umat mahluk yang tak berwujud, hantu yang berwujud dan segala malapetaka, terhempas bersih. Dengan mendapatkan perlindungan Hyang Buddha dan Po Sat Bodhisattva, semua permohonan akan terkabulkan mendapatkan rejeki, keamanan, ketentraman serta Cukup baca sekali Bacalah sebanyak 108 kali mantra di bawah ini “Ooom Sa Erl Wa, Ta Tha Cia Ta, Unika Setatapace, Hung Phe, Hung Mama, Hung Hi, So Haâ€.6. Bacalah “semoga semua kebaktian yang telah dibaca, secepatnya berkenan Pai San Kai Mu membawa umatnya terhindar dari segala malapetakaâ€. Bersujud 3 jika tidak berada di rumah, atau berada di perjalanan, atau ketika bekerja, juga boleh membaca mantra ini, asalkan ketika membaca dalam hati membayangkan wajah Fu Mud an membaca “Dengan sujud mempersilahkan Ta Pai San Kai Fu Mu sebanyak 3 kali, kemudian baru membaca mantra-NYA dalam hati tanpa mantra ini harus penuh dengan ketekunan dan kepercayaan. Manjur atau tidaknya suatu mantra bergantung pada tingkat “ketulusan†dan “ kepercayaan†si pembaca pada saat membaca mantra tersebut. Tiap hari membacanya, lambat laun dengan sendirinya akan timbul suatu kekuatan yang tiada pernah mengajarkan mantra ini kepada banyak orang. Ada yang sakit lama tidak juga sembuh, setelah membaca mantra ini 2 bulan, diobati oleh seorang dokter lantas menjadi sebuah keluarga dimana semua anggota keluarganya bergiliran berjatuhan sakit, setengah tahun tidak henti-hentinya, setelah diperiksa baru diketahui bahwa di rumahnya ada mahluk halus yang mengganggu. Setelah membaca mantra selama ½ bulan, sekeluarganya tidak sakit lagi. Ada orang yang pekerjaannya tidak lancer, rekan kerja tidak rukun, setelah membaca mantra 7 hari, berubah menjdi baik. Ada orang yang mendapat permusuhan dari orang lain, takut dibalas dendam, semangatnya menjadi turun, keluarganya mewakili membaca mantra, setiap hari minum air mantra dan memercikkan air mantra kea rah musuh, akhirnya tidak ada Mi Cung dalam agama Buddha mempunyai “kebaktian Ta Pai San Kai Fu Mu melindungi Negara, memusnahkan bencanaâ€. Mengumpulkan banyak orang mendirikan panggung mengadakan kebaktian 7 hari, 21 hari, 49 hari, ini bias membuat sebuah daerah tidak akan mengalami berbagai bencana seperti bencana angina, bencana banjir, wabah penyakit, gempa, peperangan, dll menjadikan Negara dan rakyatnya aman tentram. Ta Pai San Kai Fu Mu mempunyai kekuatan dan kewelasasihan yang tidak dapat Lama besar di Tibet Cing Kang Sang Se No Nha Pu Gung Hay mengatakan “dengan memperdalam ajaran Ta Pai San Kai Fu Mu akan mendapatkan kewibawaan dan kesaktian yang tak terhingga. Bila bertemu dengan musuh besar akanmenyebabkan ini terkejut dan mundur, segala Jin, pendeta-pendeta jahat, dukun pasti akan takluk dan menyirnakan segala mantra-mantra dari dukun-dukun jahat, bagi yang melakukannya walaupun tidak sangat panjang usianya, namun ia tak akan berumur pendek dan mati muda serta terhindar dari mara bahaya, juga dapat menghindari segala bencana banjir, kebakaran, agin topan, amukan senjata tajam, kelaparan, penjara, dll, pula dapat terhindar dari kesurupan/kesetanan, gila, minum racun, serta penyakit sering lupa. Ya katakanlah 1084 macam bencana atau mimpi buruk pada siang maupun malam hari, mendengar suara atau melihat momok, permohonan pasti terkabul. Bagi yang mendalami atau membaca Keng ini, akan sering mendapatkan kasih dan perlindungan para Dewa serta mendapat karunia-NYA. Bila menuliskan lalu membaca Keng ini atau memujanya, pahalanya adalah pokoknya mendalami ajaran Ta Pai San Kai Fu Mu dan menempelkan Hu Ta Pai San Kai Fu Mu di atas pintu atau dalam rumah, akan mendapatkan wibawa dan kesaktian yang tak Buddhaya, semoga Bermanfaat. Last Edit 09 July 2009, 113101 AM by mingkhung » Logged ^ [at] mingkhung pernah di praktekan cara di atas ? ntar klo ketemu/melihat ada orang lain dipengaruhi mahluk halus kerasukan coba deh, praktekan yg di atas secara nyata/real... liat aja epek nya... camana...gw baca literatur buddhism theravada, waktu bertemu mahluk halus, buddha aja ga kayak orang2 saat ini, cari dukun, baca mantra ini itu, komat kamit, keluarkan berbagai "hu"/penangkal saitan, yg ada hanya tenang, kadang di ajak ngobrol... ada yg mengatakan coba baca karaniyametta sutta, itu kl kita bc artinya aja, itu seperti memberikan penjelasan/pemahaman kepada mahluk lain... bukan bertujuan kasar/mengusir mahluk halus, boro2 baca karaniyametta sutta, tp niat-an nya malah mau ngusir, berpikir bahwa karaniya adalah mantra sakti pengusir setan wkwkwk... bertentangan dng arti dr karaniyametta Logged Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia » Topik Buddhisme » Studi Sutta/Sutra » Mantra pengusir setan / hantu + kesurupan
Origin is unreachable Error code 523 2023-06-15 213355 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d7def0ec855b749 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
mantra buddha mengusir roh jahat